Rabu, 23 Juni 2010 -
-
0
komentar
Semiotika adalah ilmu tentang tanda yang akhirnya membahas juga masalah penggunaan kombinasi tanda di masyarakat. Semiotika memiliki peranan besar dalam memaknai banyak hal. Mempelajari tanda berarti mempelajari bahasa, mempelajari kebudayaan. Dalam tingkatan praktis kita dapat menggunakan semiotika sebagai alat analisis karya-karya konsumsi publik, bagaimana karya tersebut ditampilkan, bagaimana pembuat karya menyusun dan menyimpan kode-kode yang jika kita lihat secara sekilas tidak memiliki arti apapun. Penerapan semiotika analisis terhadap iklan cetak (print ad) Benetton akan dibahas dalam tulisan ini.
- Benetton
“Benetton” adalah merek dagang untuk sebuah produk pakaian. Merek dagang Benetton terkenal dengan iklannya yang tidak langsung menawarkan produknya mlainkan memberikan pesan yang bersifat kemanusiaan. Pembuatan iklan Benetton didasari oleh filosofi Luciano Benetton, “communication should not be commissioned from outside the company, but conceived from within its heart.” Iklan digunakan untuk menciptakan “nilai” dengan cara menonjolkan gambar (image). Iklan ini tidak hanya mengkomunikasikan nilai kepada pelanggan, tapi lebih kepada individu-nya.
Benetton membuat iklan-iklan dengan konsep “nyeleneh” untuk mengubah stereotip yang sudah terlanjur terbentuk dalam masyarakat. Terutama pada isu-isu kemanusiaan. Seperti, isu rasial. Bahasa gambar yang multitafsir membuat pesan kemanusiaan yang ingin dilancarkan Benetton sering disalah artikan. Berbicara mengenai isu sensitif memang tidak mudah.
- “United Colors Of Benetton”
Iklan Benetton memiliki konsistensi dalam menampilkan jargon “UNITED COLORS OF BENETTON” yang ditulis dengan huruf berwarna putih dan berada di dalam kotak berwarna hijau. Tulisan dalam kotak ini diletakkan sedemikian rupa sehingga seolah-olah bukan merupakan perhatian utama pada iklan. Konten yang dibawa oleh iklan Benetton biasanya berupa gambar fotografi yang memberikan ironi-ironi tetentu. Ironi ini biasanya bersifat kemanusiaan yang ditampilkan sehingga memberikan provokasi bagi interpretan. Bentuk kampanye pemasaran yang sangat berbeda ini membuat citra produk Benetton seolah-olah memiliki kekhasan tersendiri ketimbang produk pakaian lainnya. Prinsip pembedaan dalam beriklan ini bisa mempengaruhi konsumen yang berharap ingin memiliki pakaian yang tidak hanya menarik secara estetik, mengikuti mode yang sedang berlaku, memiliki merek bagus, tetapi juga memiliki “idealisme”.
Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari kata Yunani semeion yang berarti ‘tanda’ atau ‘sign’ dalam bahasa Inggris.
Semiotika adalah ilmu tentang tanda yang akhirnya membahas juga masalah penggunaan kombinasi tanda di masyarakat. Semiotika dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure dari Swiss yang banyak mempelajari linguistik, melalui dikotomi sistem tanda: signified dan signifier atau signifie dan significant yang bersifat atomistis. Konsep ini melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang bersifat asosiasi atau in absentia antara ‘yang ditandai’ (signified) dan ‘yang menandai’ (signifier). Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa (Bertens, 2001:180).
Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena itu tidak merupakan tanda. Sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda; petanda atau yang dtandakan itu termasuk tanda sendiri dan dengan demikian merupakan suatu faktor linguistik. “Penanda dan petanda merupakan kesatuan seperti dua sisi dari sehelai kertas,” kata Saussure.
Louis Hjelmslev, seorang penganut Saussurean berpandangan bahwa sebuah tanda tidak hanya mengandung hubungan internal antara aspek material (penanda) dan konsep mental (petanda), namun juga mengandung hubungan antara dirinya dan sebuah sistem yang lebih luas di luar dirinya. Bagi Hjelmslev, sebuah tanda lebih merupakan self-reflective dalam artian bahwa sebuah penanda dan sebuah petanda masing-masing harus secara berturut-turut menjadi kemampuan dari ekspresi dan persepsi. Louis Hjelmslev dikenal dengan teori metasemiotik (scientific semiotics).
Sama halnya dengan Hjelmslev, Roland Barthes pun merupakan pengikut Saussurean yang berpandangan bahwa sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Semiotik, atau dalam istilah Barthes semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak dikomunikasikan, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. Salah satu wilayah penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktivan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara lugas mengulas apa yang sering disebutnya sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam buku Mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama.
Semiotika memiliki peranan besar dalam memaknai banyak hal. Mempelajari tanda berarti mempelajari bahasa, mempelajari kebudayaan. Dalam tingkatan praktis kita dapat menggunakan semiotika sebagai alat analisis karya-karya konsumsi publik, bagaimana karya tersebut ditampilkan, bagaimana pembuat karya menyusun dan menyimpan kode-kode yang jika kita lihat secara sekilas tidak memiliki arti apapun.
Kesehatan merupakan hal terpenting yang diperlukan oleh setiap individu, namun seringkali banyak pihak menyepelekan hal ini. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya korban yang jatuh akibat berbagai penyakit ganas seperti AIDS, SARS, Kanker, dan masih banyak lagi. Salah satu penyebab semakin banyaknya korban adalah kurangnya peringatan dan penyuluhan mengenai kesehatan kepada masyarakat. Mengatasi masalah tersebut, kini kampanye di bidang kesehatan mulai banyak dikumandangkan melalui media.
Advokasi media merupakan satu langkah strategik untuk meningkatkan inisiatif sosial dan masyarakat. Advokasi media memang tidak secara langsung berupaya mengubah perilaku individu untuk lebih perhatian terhadap kesehatan. Akan tetapi melalui media, terdapat upaya untuk memfokuskan perubahan cara pemahaman masalah sebagai isu kesehatan masyarakat.
Advokasi media merupakan sebuah konsep yang relatif baru dan banyak dikaitkan dengan gerakan pengendalian rokok di AS, Inggris, Kanada. Namun meskipun relatif baru, konsep advokasi media sebenarnya memiliki esensi kekuatan utama yakni lebih dari sekadar meningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang masalah kesehatan, melainkan melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan publik.
Di Indonesia sendiri, penggunaan media sebagai wadah dalam kampanye kesehatan sudah diterapkan sejak lama. Bahkan dalam kurun waktu 50 tahun terakhir, media menjadi kekuatan dahsyat bagi pendidikan kesehatan dan perubahan perilaku serta memainkan peran dalam perubahan sosial. Kurang lebih 15 tahun lalu misalnya, kampanye pemerintah mengenai Keluarga Berencana (KB) sukses diterapkan dengan adanya penyuluhan terlebih dahulu kepada masyarakat melalui iklan di televisi. Angka kematian ibu melahirkan juga turun secara tidak langsung melalui adanya kampanye penyuluhan di televisi yang bertema “Suami Siaga”.
Seiring dengan berkembangnya waktu, penggunaan media sebagai wadah dalam kampanye komunikasi kesehatan mengalami dilema. Media seakan berwajah dua, di satu sisi media mendukung pendidikan kesehatan masyarakat, namun di sisi lain iklan juga hebat pengaruhnya terhadap gaya hidup masyarakat. Iklan menjadi tangan tak kasat mata yang mempengaruhi redaksi. Masih banyak acara di media yang mendapat sponsor utama dari produk rokok atau minuman keras. Pada event penting di tahun ini yakni World Cup 2010, misalnya produk rokok Gudang Garam menjadi sponsor terbesar sehingga iklannya memiliki kuantitas penayangan yang cukup tinggi. Sangat terlihat bahwa media dimanfaatkan dalam mutualisme konspiratif para penguasa dan pengusaha. Dan celakanya media sudah terjerat dalam bisnis tersebut semata-mata untuk mempertahankan kemapanan.
Media massa sebagai sarana promosi kesehatan yang efektif seharusnya punya komitmen pada perubahan sosial. Media sebagai jembatan penghubung antara pemerintah terhadap pasar dan masyarakat sipil sudah sepatutnya memainkan peran secara bijak, sehingga masyarakat tidak dibingungkan oleh media itu sendiri.
5 Hukum Komunikasi Yang Efektif
5 Hukum Komunikasi Yang Efektif (The 5 Inevitable Laws of Efffective Communication) yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu REACH, yang berarti merengkuh atau meraih. Karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain.
Hukum # 1:
Respect
Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan. Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum yang pertama dalam kita berkomunikasi dengan orang lain. Ingatlah bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika kita bahkan harus mengkritik atau memarahi seseorang, lakukan dengan penuh respek terhadap harga diri dan kebanggaaan seseorang. Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim.
Bahkan rahasia terbesar yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam berurusan dengan manusia adalah dengan memberikan penghargaan yang jujur dan tulus. Seorang ahli psikologi yang sangat terkenal William James juga mengatakan bahwa "Prinsip paling dalam pada sifat dasar manusia adalah kebutuhan untuk dihargai." Dia mengatakan ini sebagai suatu kebutuhan (bukan harapan ataupun keinginan yang bisa ditunda atau tidak harus dipenuhi), yang harus dipenuhi. Ini adalah suatu rasa lapar manusia yang tak terperikan dan tak tergoyahkan.
Hukum # 2:
Empati
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain.
Kemampuan untuk mendengarkan ini juga merupakan salah satu dari 7 kebiasaan manusia yang sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti (Seek First to Understand-understand then be understood to build the skills of empathetic listening that inspires openness and trust). Inilah yang disebutnya dengan Komunikasi Empatik. Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain.
Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya. Oleh karena itu dalam ilmu pemasaran (marketing) memahami perilaku konsumen (consumer's behavior) merupakan keharusan. Dengan memahami perilaku konsumen, maka kita dapat empati dengan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat, harapan dan kesenangan dari konsumen. Demikian halnya dengan bentuk komunikasi lainnya, misalnya komunikasi dalam membangun kerjasama tim. Kita perlu saling memahami dan mengerti keberadaan orang lain dalam tim kita. Rasa empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa respek akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam membangun teamwork.
Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima.
Empati bisa juga berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif atau siap menerima masukan ataupun umpan balik apapun dengan sikap yang positif. Banyak sekali dari kita yang tidak mau mendengarkan saran, masukan apalagi kritik dari orang lain. Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi satu arah tidak akan efektif manakala tidak ada umpan balik (feedback) yang merupakan arus balik dari penerima pesan. Oleh karena itu dalam kegiatan komunikasi pemasaran above the lines (mass media advertising) diperlukan kemampuan untuk mendengar dan menangkap umpan balik dari audiensi atau penerima pesan.
Hukum # 3:
Audible
Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik. Dalam komunikasi personal hal ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan cara atau sikap yang dapat diterima oleh penerima pesan.
Hukum # 4:
Clarity
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Ketika saya bekerja di Sekretariat Negara, hal ini merupakan hukum yang paling utama dalam menyiapkan korespondensi tingkat tinggi.
Karena kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita. Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita.
Hukum # 5:
Humble
Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah
hati yang kita miliki. Jadi, pada intinya rendah hati antara lain: sikap yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran Customer First Attitude), sikap menghargai, mau mendengar
dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar.
Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang handal dan pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan saling menguatkan.
Menurut Rostow, pembangunan merupakan segala sesuatu yang terus maju dimulai dari satu tahap primitive ke tahap yang lebih maju. Pembangunan merupakan suatu tahap perubahan menuju arah yang lebih baik yang akan terus terjadi dan tidak akan berhenti. Pembangunan itu sendiri tentunya akan melibatkan banyak pihak dan akan memiliki dampak yang sangat luas
Pembangunan itu sendiri memunculkan adanya sebuah unsur yang tidak akan terlepaskan, yakni modernisasi. Kemajuan dan perkembangan dari suatu pembangunan tentunya akan mengakibatkan terjadinya modernisasi. Kemudian, modernisasi itu sendiri memiliki akibat tersendiri, yakni munculnya westernisasi yang menjadikan orientasi politik luar negri, di mana terbentuklah Negara maju, Negara periphery dan semi periphery. Sehingga kapitalisme terbentuk di Negara-negara tersebut. Negara yang mampu berjalan seiring dengan perkembangan dan modernisasi akan mampu bertahan dan bersaing, sedangkan Negara yang tertinggal untuk mengikuti perkembangan dan modernisasi menjadikan Negara tersebut dikuasai oleh Negara maju. Pembangunan itu sendiri tidak hanya berakibat luas antar Negara, tetapi juga memberikan dampak di pola konsumsi masyarakat itu sendiri. Munculnya pola hidup konsumerisme mengakibatkan masyarakat sering berusaha untuk membeli barang-barang yang branded. Hal ini secara tidak sadar tentunya malah akan menguntungkan Negara maju yang memproduksi barang tersebut, masyarakat lebih tertarik untuk membeli barang-barang produk luar negri ketimbang membeli barang produk negaranya sendiri.
Dalam upaya pembaharuan, McQuail (1987:97) prinsipnya menyatakan bahwa media paling baik digunakan secara terencana untuk menimbulkan perubahan dengan menerapkan pola pembangunan berskala besar. Media khususnya media
Citizen journalism (jurnalisme warga) merupakan suatu bentuk jurnalisme yang melibatkan semua orang atau masyarakat. Pada bentuk jurnalisme ini, warga sebagai subjek secara aktif terlibat dalam proses pencarian, pengumpulan, serta pengolahan informasi.
Media yang biasa digunakan sebagai bentuk citizen journalism antara lain:
1.Radio atau televisi yang melakukan interaksi interaktif dengan audience. Disini audience dapat terlibat langsung untuk memberikan tanggapan mengenai suatu peristiwa ataupun dapat memberikan informasi mengenai peristiwa yang sedang terjadi.
2. Audience mengirimkan rekaman video/audio kepada media televisi/radio. Audience biasanya memiliki keterbatasan pada alat yang digunakan untuk merekam. Mereka biasanya menggunakan alat perekam sederhana seperti handphone atau digital kamera. Sehingga terkadang kualitas hasil rekaman kurang maksimal.
3. Online media, memberi kesempatan kepada pembaca untuk menyampaikan komentar dan interaksi satu sama lain. Pada online media, setiap orang bebas untuk memuat informasi baik secara formal maupun informal.
4. Blog, twitter, sebagai forum komunikasi, dialog, bahkan penyajian berita. Namun kini muncul perdebatan menegenai perlu atau tidaknya regulasi terhadap new media tersebut, karena kini banyak ditemui permasalahan akibat penyalahgunaan new media.
Adapun fungsi media tersebut, adalah sebagai berikut:
1. Ruang Publik : media berfungsi sebagai ruang yang hanya relevan untuk membicarakan urusan-urusan publik yang dibahas oleh banyak orang secara bersama-sama.
Pada fungsi ini, apakah sajian infotainment termasuk ruang publik ? Jawabannya adalah tidak, karena infotainment cenderung meliput hal-hal yang private (pribadi) yang bukan untuk konsumsi publik.
2. Institusi Sosial : media didirikan dan dioperasikan untuk kepentingan masyarakat dengan memberikan informasi yang tepat dan mendidik bagi masyarakat. Pada fungsi ini media mengemban kepentingan publik. Namun pada kenyataannya, saat ini media banyak yang mengemban kepentingan ekonomi, yakni hanya mengutamakan kepentingan bisnis, untuk memperoleh keuntungan.
Isi Media
Isi media sebagai ruang publik terbagi menjadi dua, yakni:
a. Berita
Yang termasuk dalam jenis berita adalah berita dalam berbagai format (hard news, soft news, investigative news, in-depth news, feature, dll), wawancara, serta talkshow.
Tidak semua informasi merupakan berita, parameternya adalah nilai yang terkandung didalamnya (nilai berita) serta kode etik.
· Nilai berita
a. Aktualitas : informasi tersebut bersifat aktual atau terkini, baru saja terjadi.
b. Akurasi : berita mencakup informasi yang akurat, tidak mengarang namun sesuai dengan fakta dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
c. Keberimbangan : dalam mengungkap fakta, informasi yang disajikan harus berimbang pada dua sisi pihak yang terlibat (cover both side).
d. Relevasi publik : Sebuah berita yang ditulis pada media harus relevan dengan kebutuhan publik, mengutamakan kepentingan publik.
e. Prominensi : Informasi dapat menjadi berita apabila melibatkan nama-nama besar atau subjek yang populer dan dikenal oleh publik.
f. Magnitude : Jika informasi melibatkan hal yang besar maka dapat menjadi berita. Contoh, jika ditemukan kasus korupsi dengan jumlah uang yang sedikit belum tentu dapat menjadi berita. Tetapi jika kasus korupsi itu menyebut nominal angka yang sangat besar maka dapat menjadi berita.
g. Proksimitas : Kedekatan suatu isu atau peristiwa terhadap audience.
h. Kompetensi sumber : dalam sebuah berita, sumber yang dikutip oleh medai haruslah sumber yang kompeten dan memiliki kredibilitas.
i. Konflik : bad news is a good news.
· Kode Etik
Kode Etik yang harus dipenuhi oleh setiap jurnalis dalam memuat berita adalah sebagai berikut:
a. Berita tidak boleh berprasangka
b. Berita harus mengandung konfirmasi
c. Berita tidak boleh mengandung hal yang sarkastis, sadistis, dan pornografis
d. Berita menggunakan bahasa yang benar
e. Berita harus memuat informasi berdasarkan kebenaran dan fakta.
b. Non Berita
Yang termasuk dalam jenis non-berita adalah opini,
Parameter pada non-berita antara lain kepantasan ruang publik, proporsionalitas, dan kode etik.
Dilema Jurnalisme Warga
Apakah jurnalisme warga telah dilakukan berdasarkan nilai-nilai berita dan kode etik ? Tentu ada keterbatasan yang mengakibatkan warga tidak dapat menyajikan berita sesuai dengan nilai berita dan kode etik yang harus dipenuhi. Dilema yang seringkali dirasakan oleh para citizen journalism antara lain sepert:
· Kecepatan vs kelengkapan/kedalaman berita
Demi mengejar aktualitas sebuah berita, seringkali citizen journalist melupakan kelengkapan informasi yang disampaikan.
· Partisipatory vs esensi/kualitas jurnalistik
Ketika warga dengan mudah bisa berpartisipasi dalam berbagai media seperti twitter, blog, dll, maka akan dipertanyakan esensi jurnalistik dalam berita tersebut. Apakah informasi yang dimuat termasuk dalam berita?
· Ruang privat vs ruang publik
Dalam hal ini masih sangat dipertanyakan dimanakan letak fungsi media online (blog, twitter,dll) yang sering digunakan citizen journalist.
· Urusan privat vs urusan publik
· Perluasan ukuran dan parameter ruang publik guna memperkuat perwujudan prinsip-prinsip partisipasi publik vs kolonisasi ruang publik oleh urusan-urusan privat.
Urgensi Jurnalisme Media
Fenomena citizen jounalism tentu tidak semata-mata muncul tanpa ada hal yang melatar belakanginya. Ternyata ada beberapa hal yang menjadi penyebab munculnya citizen journalism.
1. Terbatasnya ruang untuk partisipasi politik warga
2. Pemberitaan media yang eletis : tidak banyak menyentuh urusan-urusan masyarakat di akar rumput.
3. Pemilihan sumber berita pada pemberitaan media yang melulu berorientasi kepada sumber-sumber elit, seperti pemerintahan, DPR, para pakar intelektual, aktivis.
Dengan adanya masalah-masalah seperti disebut diatas, tentu saja mengusik warga untuk turut serta memberikan kontribusi dalam bidang jurnalistik. Warga menggunakan berbagai cara untuk dapat menyampaikan pendapatnya kepada media. Sebenarnya dimanakah posisi publik dalam ruang publik media ? Apakah cukup sebagai penonton saja ? Publik kini bukanlah publik yang pasif dalam menerima informasi, publik kini lebih aktif dan kritis dalam mengolah informasi yang mereka dapatkan. Oleh karena itu media kini harus lebih cermat lagi dalam melihat apa yang sebenanya diinginkan oleh publik, serta lebih mengutamakan kepentingan publik.
Permasalahan yang kini juga muncul pada media adalah media cenderung autis (autisme media) sehingga melupakan kepentingan dan kebutuhan publik. Media sebagai ruang publik harusnya melibatkan publik, namun kenyataannya media cenderung asyik dengan dunianya sendiri. Itulah sebabnya media kini hendaknya melibatkan publik dalam pemberitaan yang dimuat, paling tidak berita tersebut memang dibutuhkan oleh masyarakat.
Pada dasarnya setiap individu tidak akan pernah lepas dari kegiatan politik. Kelas menengah (kaum terpelajar) juga secara langsung maupun tidak langsung selalu melakukan komunikasi politik. Bentuk komunikasi politik yang dilakukan yakni politik praktis. Misalnya : berdikusi mengenai kebijakan manajer baru dalam perusahaan, mengomentari peraturan di universitas, dsb.
Menurut Nimmo (1993 : 8 ), “ Komunikasi Politik merupakan komunikasi yang mengacu pada kegiatan politik”. Pembicaraan yang mengandung bobot politik, terlepas hanya sebatas mendiskusikan, tanpa terlibat langsung dalam aktivitas sebuah partai politik maupun kelompok – kelompok politik yang ada dalam masyarakat.
Komunikasi Politik merupakan proses komunikasi massa termasuk komunikasi antar pribadi dan elemen – elemen di dalamnya yang mungkin mempunyai dampak terhadap perilaku politik”. (Krans dan Davis, 1976 : 7 ). Rush dan Althoff, (1997 : 225), menyebutkan komunikasi politik merupakan transmisi informasi yang secara politis dari satu bagian sistem, politik kepada sistem politik yang lain , dan antara sistem sosial dan sistem politik merupakan unsur dinamis dari suatu sistem politik.
Kriteria komunikasi politik:
1. kuantitas lebih besar daripada kualitas ( Kn > Kl ), maka disebut otoritarian.
2. kuantitas lebih kecil daripada kualitas (Kn <>eksklusif.
Contoh: iklan BMW yang ditayangkan selama program Todays Dialog (padahal jumlah khalayak yang menonton tayangan Todays Dialog sedikit).
3. Kuantitas sama dengan kualitas ( Kn = Kl ) à sangat langka
1. Komunikator politik, merupakan seseorang yang memiliki kemampuan dalam komunikasi politik.
2. Pesan politik, menyangkut pesan politik menyangkut pembicaraan dan aneka informasi politik tentang kekuasaan, pengaruhnya dalam masyarakat .
3. Media komunikasi politik, Secara umum alat untuk mengirimkan pesan – pesan politik .
4. Khalayak komunikasi politik, khalayak komunikasi politik dapat dibentuk melalui opini publik .
5. Dampak komunikasi dalam politik, yaitu konsekuensi dari sosialisasi politik .
Dalam banyak kasus, dalam berkomunikasi aspek biologis komunikator sering diagungkan. Hal ini tentunya memberikan dampak yang signifikan dalam mempengaruhi khalayak. Misalnya, Bung Karno dahulu dipercayai sebagai keturunan dewa, dsb. Namun, ketika opini publik telah terbentuk sangat sulit bagi seseorang atau sekelompok orang untuk mengubah pandangan tersebut. Sebagai contoh : Belakangan ini citra kepolisian tercoreng karena terungkapnya tindak kekerasan yang dilakukan oleh beberapa oknum polisi. Pendapat tersebut karena sudah menjadi opini publik, maka akan sangat sulit untuk mengubahnya ( Hal ini sesuai dengan Teori Spiral of Silence / Spiral Kesunyian ).
KONSEP PEMBANGUNAN
Pembangunan, meskipun memiliki substansi yang lebih politis, tetapi biasanya tidk bisa dilepaskan dari unsur modernisasi. Rostow (1960 : 57) yang menyatakan bahwa, “ pembangunan adalah sesuatu yang terus maju , dari suatu tahap yang primitif ketahap yang lebih maju”.
Dalam upaya pembaharuan, McQuail (1987:97) prinsipnya menyatakan, media paling baik digunakan secara terencana untuk menimbulkan perubahan dengan menerapkan dalam program pembangunan berskala besar.
Modernisasi menjadi sebuah model pembangunan yang berkembang dengan pesat seiring keberhasilan negara dunia kedua. Negara dunia ketiga juga tidak luput oleh sentuhan modernisasi ala barat tersebut. berbagai program bantuan dari negara maju untuk negara dunia berkembang dengan mengatasnamakan sosial dan kemanusiaan semakin meningkat jumlahnya. Namun demikian kegagalan pembangunan ala modernisasi di negara dunia ketiga menjadi sebuah pertanyaan serius untuk dijawab. Beberapa ilmuan sosial dengan gencar menyerang modernisasi atas kegagalannya ini. Modernisasi dianggap tidak ubahnya sebagai bentuk kolonialisme gaya baru, bahkan Dube (1988) menyebutnya seolah musang berbulu domba.
Modernisasi merupakan perubahan progresif, sekalipun akibat samping maupun korban modernisasi beraneka macam dan kadang-kadang diliuar batas kemanusiaan dan moral universal.
MEDIA MASSA DAN PEMBANGUNAN
McQuail (1987:97) prinsipnya menyatakan, media paling baik digunakan secara terencana untuk menimbulkan perubahan dengan menerapkann adalam program pembangunan berskala besar. Daniel Lerner menggaris bawahi pula pengaruh-pengaruh lainnya dalam perubahan yang diakibatkan oleh media – massa.
Media yang paling baik untuk menyebarkan informasi dan berpeluang untuk mendukung pembangunan di negara sedang berkembang adalah radio dan televisi (Schramm, 1977). Media massa menurut Schramm secara sendirian atau bersama lembaga lain dapat melakukan fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. Sebagai pemberi informasi. Tanpa media massa sangatlah sulit untuk menyampaikan informasi secara cepat dan tepat waktu seperti yang diharapkan oleh suatu negara yang sedang membangun.
2. Pembuatan Keputusan. Dalam hal ini media massa berperan sebagai penunjang karena fungsi ini menuntut adanya kelompok-kelompok diskusi yang akan membuat keputusan, dan media massa menyampaikan bahan untuk didiskusikan serta memperjelas masalah yang sedang diperbincangkan.
3. Sebagai Pendidik. Sebagian dapat dilaksanakan sendiri oleh media massa, sedangkan bagian yang lainnya dikombinasikan dengan komunikasi antarpribadi. Misalkan program-program pendidikan luar sekolah, atau siaran pendidikan.
Bermodal dari kemampuan tersebut, manusia terbagi lagi atas mereka yang berpotensi menjadi pemimpin dan mereka yang kurang memiliki potensi sebagai pemimpin.
Pemimpin yang baik adalah orang yang memiliki resonansi atau mampu mengutarakan hal yang baik kepada anak buahnya atau orang sekitarnya.
Adapun terhadap hal tersebut diatas, terdapat beberapa inti atau domain kecerdasan emosi dan kompetensi diri yang terkait, diantaranya :
Gender
Gender (baca: [gènder]) dalam sosiologi mengacu pada sekumpulan ciri-ciri khas yang dikaitkan dengan jenis kelamin individu (seseorang) dan diarahkan pada peran sosial atau identitasnya dalam masyarakat. WHO (World Health Organization) memberi batasan gender sebagai seperangkat peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi laki-laki dan perempuan, yang dikonstruksi secara sosial, dalam suatu masyarakat.
Konsep gender berbeda dari seks atau jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) yang bersifat biologis, walaupun dalam pembicaraan sehari-hari seks dan gender dapat saling dipertukarkan. Jika jenis kelamin keseluruhannya merupakan konstrukt biologis, maka gender merupakan hasil dari konstrukt sosial yang memaknai jenis kelamin. Gender bersifat lebih kompleks dari jenis kelamin.
Dalam isu LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) gender dikaitkan dengan orientasi seksual. Seseorang yang merasa identitas gendernya tidak sejalan dengan jenis kelaminnya dapat menyebut dirinya "intergender", seperti dalam kasus waria.
Dalam konsep gender, yang dikenal adalah peran gender individu di masyarakat, sehingga orang mengenal maskulinitas dan femininitas. Sebagai ilustrasi, sesuatu yang dianggap maskulin dalam satu kebudayaan bisa dianggap sebagai feminin dalam budaya lain. Dengan kata lain, ciri maskulin atau feminin itu tergantung dari konteks sosial-budaya bukan semata-mata pada perbedaan jenis kelamin.
Kesehatan Fisik (Physical Health)
Sejak masih berbentuk embrio pada masa awal pembuahan, terutama sebelum menginjak usia dewasa. Perempuan memang lebih kuat secara fisik dibanding laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan oleh dua kromosom X yang dimiliki perempuan.
Neurologi (Neurology)
Anatomi otak perempuan bentuknya lebih padat, ukuran lebih kecil, dan lebih banyak berisi neuron daripada otak laki-laki. Fungsi bahasa pada perempuan juga didistribusikan secara merata pada kedua cerebral hemispheres dalam otaknya, sementara pada pria hanya terkonsentrasi pada hemispheres sebelah kiri. Hal ini menyebabkan pria lebih rentan terhadap gangguan bahasa seperti disleksia (dyslexia).
Sampai saat ini masih menjadi perdebatan apakah kromosom Y pada laki-laki yang membuatnya rentan terhadap gangguan kejiawaan. Seperti, keterbelakangan mental (down syndrome).
Psikologi (Psychology)
Tidak ada perbedaan antara sifat kognitif dan psikologis laki-laki dan perempuan, kalaupun ada presntasenya hanya sedikit.
Tes Kepibadian (Personality Test)
Perempuan memiliki kecenderungan tinggi dalam hal keramahan (agreeableness) kecenderungan merasa kasihan dan kooperatif. Dan, neurotisisme (neuroticism) kecenderungan merasa gelisah, marah, dan depresi).
Hasil survey MBTI menyatakan 60-75% perempuan lebih menggunakan perasaan, dan 55-80% pria lebih menggunakan pikiran.
Keagresifan (Aggression)
Laki-laki lebih agresif dari perempuan. Beberapa studi menunjukkan bahwa laki-laki memiliki kecenderungan lebih besar dalam melakukan hal-hal berbahaya daripada perempuan. Kecenderungan agresifitas berkorelasi dengan tingginya nilai testosteron (testosterone).
Sistemasi dan Berempati (Systematizing and Empathizing)
Laki-laki lebih baik dalam hal sistemasi (keinginan untuk melakukan analisa dan eksplorasi sistem serta aturan), sedangkan wanita dalam hal berempati (kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain).
Komunikasi (Communication)
Kaum feminin nyaman untuk membuka diri (self-disclose) dan berkomunikasi dengan intim dibanding kaum maskulin. Kaum feminin dan maskulin ini berkomunikasi dengan cara yang berbeda dengan kaum dari gendernya.
Kaum maskulin berteman satu sama lain didasari pada kesamaan minat, sedangkan kaum feminin didasari karena kebutuhan (simbiosis mutualisme).
Dalam hal komunikasi kaum feminin lebih ekstrovert daripada kaum maskulin. Feminin tidak segan untuk membicarakan hal-hal pribadi, sedangkan maskulin tidak. Kaum maskulin juga tak segan untuk berkompetisi dalam sebuah pertemanan.
Kesimpulannya, dalam hal komunikasi jika kita berkomunikasi dengan seseorang kita juga harus memperhatikan gender dari lawan bicara kita. Karena, tiap gender memiliki cara pendekatan yang berbeda.
Langganan:
Postingan (Atom)